Diagnosis Ortodontik
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang apa itu diagnosis ortodontik, dan bagaimana cara melakukannya. Silahkan simak penjelasan berikut.
Diagnosis berasal dari
bahasa Yunani : Dia berarti melalui
Gnosis berarti Ilmu pengetahuan
Jadi diagnosis berarti
: penetapan suatu keadaan yang menyimpang dari keadaan normal melalui dasar
pemikiran dan pertimbangan ilmu pengetahuan. Setiap penyimpangan dari keadaan
normal ini dikatakan sebagai suatu keadaan abnormal atau anomali atau kelainan.
Untuk dapat menetapkan
suatu diagnosis secara tepat diperlukan ilmu pengetahuan atau pengalaman
empirik yang luas mengenai :
· Keadaan normal atau standar
normal, beserta variasi-variasinya yang masih ditetapkan sebagai keadaan
normal.
· Bermacam-macam bentuk
penyimpangan dari keadaan normal yang dikatakan sebagai keadaan abnormal.
Berdasar ilmu
pengetahuan tersebut di atas kemudian
informasi dikumpulkan melalui prosedur pemeriksaan secara teliti dan sistematis
agar didapatkan seperangkat data yang lengkap dan tepat. Melalui data yang
telah dikumpulkan ini kemudian diagnosis ditetapkan. Makin lengkap dan akurat
data yang dikumpulkan akan makin mudah dan tepat diagnosis ditetapkan, kemudian
penyusunan rencana perawatan dan tindakan perawatan selanjutnya diharapkan
dapat dilakukan secara benar.
Menurut Salzmann (1950) ; diagnosis dibedakan
atas :
1. Diagnosis Medis (Medical diagnosis)
yaitu suatu diagnosis yang
menetapkan penyimpangan dari keadaan normal yang disebabkan oleh suatu penyakit
yang membutuhkan tindakan medis atau pengobatan.
2. Diagnosis Ortodontik (Orthodontic
diagnosis)
Yaitu diagnosis yang
menetapkan suatu kelainan atau anomali oklusi gigi-gigi (bukan penyakit) yang
membutuhkan tindakan rehabilitasi.
Menurut Schwarz diagnosis
ortodontik dibagi menjadi :
1. Diagnosis Biogenetik (Biogenetic
diagnosis)
Yaitu diagnosis terhadap
kelainan oklusi gigi-geligi (maloklusi) berdasarkan atas faktor-faktor genetik
atau sifat-sifat yang diturunkan (herediter) dari orang tua terhadap
anak-anaknya.
Misalnya : Orang tua yang
mempunyai dagu maju atau prognatik
dengan maloklusi Klas III Angle tipe skeletal (oleh karena faktor
keturunan) cenderung akan mempunyai anak-anak
prognatik dengan ciri-ciri yang khas atau dengan kemiripan yang sangat
tinggi dengan keadaan orang tuanya.
2. Diagnosis Sefalometrik (Cephalometric
diagnosis)
Yaitu diagnosis mengenai
oklusi gigi-geligi yang ditetapkan berdasarkan atas data-data pemeriksaan dan
pengukuran pada sefalogram (Rontgen kepala), misalnya : maloklusi klas II Angle
tipe skeletal ditandai oleh relasi gigi molar pertama atas dan bawah klas II
(distoklusi) yang disebabkan oleh karena posisi rahang atas lebih ke anterior
atau rahang bawah lebih ke posterior dalam hubungannya terhadap basis kranium.
Pada sefalogram dengan analisis sefalometrik Steiner (1953) hasil pengukuran
sudut ANB > 2° (standar normal 2°)
Titik A. : titik sub spinale yaitu
titik terdepan basis alveolaris maksila
Titik N/Na. : titik Nasion yaitu titik terdepan
sutura frontonasalis
Titik B : titik supra mentale yaitu titik terdepan basis
alveolaris mandibularis
3. Diagnosis Gigi geligi (Dental
diagnosis ):
Diagnosis yang ditetapkan berdasarkan
atas hubungan gigi-geligi hasil pemeriksaan secara klinis atau intra oral atau
pemeriksaan pada model studi.
>>Dengan mengamati posisi gigi
terhadap masing-masing rahangnya kita akan dapat menetapkan malposisi
gigi yang ada yaitu setiap gigi yang menyimpang atau keluar dari lengkung
normalnya.
- Misalnya : - Mesioversi 3 ! -
Supraversi 4 !
-
Palatoversi ! 5 -
Torsiversi 1 ! 1
- Mesioaksiversi 6 ! - Dan lain-lain.
>>Dengan mengamati hubungan
gigi-gigi rahang atas terhadap gigi-gigi rahang bawah kita akan dapat
menetapkan malrelasi dari gigi-gigi tersebut.
-Misalnya :
· Relasi gigi molar pertama : Klas I, II, III Angle
(kanan / kiri)
· Relasi gigi lainnya : - Open
bite : . 3 ! ,
! 1 .
4 3
!
- Cross bite: ! 4 . ,
! . 8
! . 5 !7 .
- Deep over bite: 321 ! 123 : (6 mm)
321 ! 123
- Dan lain-lain.
Dasar Penetapan Diagnosis
Dignosis ditetapkan
berdasarkan atas pertimbangan data hasil pemeriksaan secara sistematis, Data diagnostik yang paling utama
harus dipunyai untuk dapat menetapkan diagnosis adalah data pemeriksaan klinis
meliputi pemeriksaan subyektif dan obyektif serta data pemeriksaan dan
pengukuran pada model studi, sedangkan Graber (1972) mengelompokkan menjadi :
1.
Kriteria Dignostik Esensial (Essential
Diagnostic Criteria)
a. Anamnesis
dan Riwayat kasus (case history)
b. Pemeriksaan
atau Analisis klinis :
- Umum
atau general : Jasmani, Mental
-Khusus atau lokal : Intra oral, Extra oral
c. Analisis model studi :
Pemeriksaan dan pengukuran pada model studi:
- Lebar
mesiodistal gigi-gigi
- Lebar
lengkung gigi
- Panjang
atau Tinggi lengkung gigi
- Panjang
perimeter lengkung gigi
d. Analisis Fotometri (Photometric Analysis):
Pemeriksaan
dan pengukuran pada foto profil dan foto
fasial pasien, meliputi :
- Tipe
profil
- Bentuk
muka
- Bentuk
kepala
e. Analisis Foto Rontgen (Radiographic Analysis):
- Foto
periapikal
- Panoramik
- Bite
wing
- Dan
lain-lain
Bila dianggap perlu
bisa dilengkapi dengan data hasil pemeriksaan tambahan yang disebut sebagai :
2. Kriteria Diganostik Tambahan (Supplement Diagnostic Criteria)
a. Analisis
Sefalometrik (Cephalometric Analysis):
- Foto
lateral (Lateral projection) untuk anlisis profil
- Foto
frontal (Antero-posierior projection)
untuk anlisis fasial
- Dan
lain-lain
b. Analisis Elektromyografi (EMG) :
Untuk mengetahui abnormalitas tonus dan aktivitas otot-otot muka dan mastikasi.
c. Radiografi
pergelangan tangan (Hand-wrist Radiografi):
Untuk menetapkan indeks karpal yaitu untuk menentukan umur penulangan.
d. Pemeriksaan
Laboratorium : Untuk menetapkan basal
metabolic rate (BMR), Tes indokrinologi, dan lain-lain
Kapan Kita Memulai Melakukan Diagnosis?
Diagnosis
sudah bisa mulai ditetapkan saat pasien masuk di ruang pemeriksaan.
Misalnya :
Dengan melihat muka pasien kita sudah
bisa menetapkan tipe profil, bentuk muka, keadaan bibir pasien, dan lain-lain.
Kemudian tahap demi tahap pemeriksaan dilalui kita akan langsung dapat
menetapkan diagnosis sementara (Tentative Diagnosis). Misalnya dari :
1. Identitas pasien :
a.
Umur :
- Diastema gigi anterior pada
umur 6 tahun, anak masih dalam masa pertumbuhan, maloklusi ini masih dapat
berkembang kearah normal dengan erupsinya gigi permanent dengan ukuran
mesiodistal yamg lebih besar dari gigi susu, perawatan yang bisa dilakukan
adalah observasi.
- Protrusif gigi-gigi rahang atas
tipe dentoskeletal pada pasien berumur 23 tahun , pertumbuhan dentofasial telah berhenti maloklusi bersifat
permanen, perawatan yang bisa dilakukan : perawatan protuisif rahang atas yang
berlebihan adalah bedah ortodontik
(Orthodontic Surgery), sedangkan perawatan terhadap
proklinasi gigi anteriornya adalah perawatan ortodontik (Ortodontic Treatment)
b.
Suku bangsa atau ras :
- Protrusif merupakan keadaan
abnormal bagi ras Caucasoid tetapi protrusif pada tingkat tertentu masih
dianggap normal untuk ras Negroid dan Mongoloid.
- Suku Jawa dengan muka sedikit cembung
masih dianggap normal karena merupakan kelompok Mongoloid.
c.
Jenis kelamin :
- Proses pertumbuhan dentofasial
lebih cepat selesai pada wanita dari pada laki-laki, seperti pendewasaan ,
proses penulangan, erupsi gigi terjadi lebih awal pada wanita dari pada
laki-laki.
Uk-uran rahang lebih besar pada
laki-laki dari pada wanita.
d.
Dan lain-lain.
2. Anamnesis
dan Riwayat kasus (Case Hitory) :
Pasien dengan
protrusif maksila ( klas II divisi 1 ) bisa ditetapkan sebagai kasus yang
disebabkan oleh faktor keturunan atau bukan,
dengan melakukan anamnesis untuk menenelusuri riwayat kasusnya:
- Jika keadaan orang tua dan
saudara-saudaranya mempunyai kemiripan dengan pasien kasus ini disebabkan oleh
faktor keturunan.
- Jika orang tua dan
saudara-saudaranya tidak protrusif tetapi dari riwayat kasus didapatkan pasien
mempunyai bad habit mengisap ibu jari pada masa kecilnya maka kasus ini
disebabkan oleh faktor kebiasaan buruk atau
bad habit.
3. Pemeriksaan klinis:
Dari hasil pemeriksaan
klinis ini kita juga dapat mendiagnosis keadaan pasien :
- Pasien dengan ukuran badan yang
besar akan didiagnosis tidak normal apabila ukuran rahangnya kecil
- Ukuran rahang pasien yang tidak
seimbang dengan ukuran mesiodistal gigi, gigi-gigi akan tampak berdesakan atau
renggang-renggang, didiagnose sebagai
kasus maloklusi : gigi berjejal (crowding)
atau diastemata (spacing)
- Tipe profil pasien cembung,
lurus atau cekung, normal tidaknya tergantung kelompok ras pasien dan tingkat
keparahannya.
- Dari hasil pemeriksaan klinis
dapat pula ditetapkan diagnosis mengenai :
· Ektra
oral : Bentuk muka, bentuk kepala, keadaan bibir, tinggi muka, posisi dan
hubungan rahang .
· Intra oral :
- Relasi molar dinyatakan dengan
klasifikasi Angle.
- Malrelasi gigi lainnya seperti
: openbite, crossbite, deep overbite, scissor bite Overjet berlebihan dan
lain-lain.
- Malposisi gigi seperti :
mesioversi, bukoversi, aksiversi, torsiversi, supraversi, transversi dan lain-lain.
4. Analisis
studi model :
Dari hasil
pemeriksaan, pengukuran dan perhitungan pada studi model dapat ditetapkan
diagnosis mengenai :
- Bentuk dan ukuran rahang
- Ukuran mesiodistal gigi
- Bentuk dan ukuran lengkung gigi
- Penentuan relasi molar, malrelasi gigi
lainnya, malposisi gigi
- Adanya kelainan bentuk gigi (malformasi),
dan lain-lain.
5. Analisis Foto muka (Analisis fotografi) :
Analisis
terhadap muka dan profil pasien dapat dilakukan langsung pada pasien dalam
pemeriksaan klinis. Tetapi untuk tujuan dokumentasi mengenai keadaan wajah
pasien diperlukan juga foto wajah perlu disertakan pada laporan status pasien. Analisis foto muka pasien dilakukan untuk mendiagnosis adanya
abnormalitas mengenai bentuk profil dan tipe muka pasien:
- Tipe profil : cembung, lurus, cekung.
- Bentuk
muka: Brahifasial, Mesofasial, Oligofasial.
- Bentuk
kepala: Brahisefali, Mesosefali, Oligosefali
6. Analisis Foto Rontgen :
Analisis Foto Rontgen diperlukan apabila dibutuhkan diagnosis
tentang keadaan jaringan dentoskeletal pasien yang tidak dapat diamati langsung
secara klinis, seperti:
- Foto
periapikal
: Untuk menentukan gigi yang tida ada, apakah karena telah dicabut, impaksi
atau agenese. Untuk menentukan posisi gigi yang belum erupsi terhadap permukaan
rongga mulut berguna untuk menetapkan waktu erupsi, untuk membandingkan ruang
yang ada dengan lebar mesiodistal gigi permanen yang belum erupsi.
- Panoramik : Untuk menentukan
keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan dalam satu Ro foto,
untuk menentukan urutan erupsi gigi, dan lain-lain.
- Bite
wing
: Untuk menentukan posisi gigi dari proyeksi oklusal.
7. Analisis
Sefalometri :
Analisis
sefalometri sekarang semakin dibutuhkan untuk dapat mendiagnosis maloklusi dan
keadaan dentofasial secara lebih detil dan lebih teliti tentang:
- Pertumbuhan dan perkembangan
serta kelainan kraniofasial
- Tipe muka atau fasial baik
jaringan keras maupun jaringan lunak
- Posisi gigi-gigi terhadap
rahang
- Hubungan
rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium
Diagnosis yang ditetapkan pada
setiap tahap pemeriksaan disebut diagnosis sementara (Tentative diagnosis), setelah semua data pemeriksaan lengkap
dikumpulkan kemudian dapat ditetapkan diagnosis finalnya (Final diagnosis) yang biasa disebut
sebagai diagnosis dari pasien yang
dihadapi. Kadang-kadang jika kita masih ragu-ragu menetapkan suatu
diagnosis secara pasti atas dasar data-data pemeriksaan yang ada. Bisa pula diagnosis
pasien ditetapkan dengan disertai diagnosis alternatifnya yang disebut sebagai diferensial
diagnosis.
Cara Merumuskan Diagnosis
Diagnosis
dirumuskan dalam suatu kalimat yang khas yaitu dalam bentuk kalimat
pernyataan:
Contoh
:
1. Maloklusi Angle klas I dengan
protrusif bimaksiler tipe skeletal, disertai dengan malrelasi
- openbite : !
3 .
! 34
- palatalbite (overbite 8 mm)
- crossbite : !
. 5
! 4 .
- overjet berlebihan (6 mm),
dan
malposisi gigi individual :
- infraversi : !
. 3
- linguoversi : ! . 4
- rotasi (torsiversi) 7
! ,
median line gigi tidak simetris : rahang atas
bergeser ke kanan 2 mm dan rahang bawah normal.
2. Maloklusi
Angle klas I tipe dental, disertai dengan malrelasi :
- Overjet
besar (4,5 mm)
- Deep
overbite (7 mm)
- Scissorbite : 4 . !
4 5 !
- Supraklusi
gigi anterior : 3 2 1 ! 1 2 3
3 2 1 ! 1 2 3
dan malposisi gigi
individual :
- rotasi
gigi : 1
! 1 , 2
!
- linguoversi
: . 3
! . 4
- infraversi : 8 !
8
gigi 5 ! telah dicabut karena karies,
median line gigi tidak segaris.
atas bergeser ke kanan (3 mm) dan bawah normal.
3.
Maloklusi Angle klas II divisi 1, subdivisi tipe
dental disertai malrelasi:
- overbite
normal (3,5 mm )
- overjet
besar (8 mm)
- crossbite :
! 4 .
,
! 4 5
dan malposisi gigi
individual :
- labioversi :
1 ! 1
- mesiolabioversi
: 3 !
- supraversi : !
3
- mesioversi :
6 !
- rotasi : 1 ! 1
, 7 !
- supraversi : 5 ! ,
median line gigi
rahang bawah bergeser ke kanan 1 mm , gigi 4! telah dicabut karena
caries.
4.
Maloklusi
Angle klas III tipe dentoskeletal, dengan malrelasi :
- crossbite
gigi anterior : 321 ! 123 ,
321 ! 123
malposisi gigi individual :
- mesioversi
dan rotasi : 4 !
- mesioversi : 5 ! ,
! 4 , ! 5 ,
- labioversi 321 ! 123
terdapat
diastema diantara gigi 543 ! 345, gigi 7
! telah dicabut .
5.
Maloklusi
Angle klas II divisi 1 tipe dental dengan malrelasi gigi :
- openbite
gigi anterior: III 21 ! 123
3 21 ! 123
- crossbite : 6 !
,
6 !
malposisi gigi
individual :
- linguoversi 2 ! 2
- palatoversi 6 1
- infraversi 3 !
- labioversi 1 ! 1
gigi | 3 belum erupsi, prolonged retensi gigi V ! V , sisa akar gigi desidui IV ! V, persitensi
gigi 54 ! 45 dan gigi 2 ! 2 berbentuk kerucut (peg shape)
54 ! 45
Dari contoh-contoh tersebut di atas
di dalam merumuskan diagnosis itu secara sistematis ada beberapa tahapan yang
harus diingat dan dicarikan datanya dari hasil pemeriksaan terdahulu :
1. Nyatakan Maloklusi Angle klas :………..(lihat
relasi gigi molar pertama atas dan bawah) :
·
Klas
I, II atau klas III
·
Divisi 1, 2
·
Sub divisi
·
Tipe dental, skeletal atau
dentoskeletal (dengan melihat analisis profil Simon)
2.
Nyatakan kelaian relasi /
malrelasi gigi lainnya yang ada pada data hasil pemeriksaan
·
Relasi gigi dalam arah vertikal
:
-
openbite
-
edge to edge bite
-
shalowbite
-
overbite normal (2 – 4 mm)
-
deepbite
-
palatalbite
-
supraklusi
-
infraklusi
·
relasi gigi dalam arah
anteroposterior dan lateral (fasiolingual) :
-
Overjet besar / berlebihan
(> 4 mm)
-
Overjet normal (2 – 4 mm)
-
Overjet kecil (< 2 mm)
-
Oedge to edge bite ( 0 mm)
-
Crossbite (gigi anterior atau
posterior)
-
Scissor bite
3. Nyatakan
kelainan atau anomali posisi atau malposisi gigi individual yang ada :
·
labioversi atau bukoversi
·
linguoversi atau palatoversi
·
torsiversi atau rotasi
·
distoversi
·
mesioveri
·
supraversi
·
infraversi
·
transversi
·
aksiversi
·
mesiolabioversi (kombinasi)
4. Nyatakan kelainan-kelainan lainnya yang
masih ada seperti :
·
Diastemata
·
Median line gigi tidak segaris,
bergeser dari posisi normal
·
Tidak ada gigi : telah dicabut,
impaksi, agenese
·
Kelainan morfologi : gigi
berbentuk kerucut, berbentuk pasak, atau mesiodens.
·
Prolonged retention atau persistensi
·
Premature extractie (pencabutan dini)
·
Adanya sisa akar yang tertinggal
·
Dan lain-lain.
Þ
Penentuan tipe maloklusi
(dental, skeletal, atau dentoskeletal) dapat dilakukan dengan:
a.
Analisis profil klinis:
- Mengamati hubungan rahang atas
terhadap rahang bawah langsung pada pasien dengan bantuan seutas benang yang
diberi pemberat, pasien diamati dari lateral tegak lurus bidang sagital,
sebagai acuan atau referensi dalam keadaan normal akan melewati permukaan
labial gigi di daerah sepertiga bagian distal lebar mesiodistal gigi kaninus
atas kanan dan kiri (Dalil Kaninus atau
Simon Low) dan pada rahang bawah akan melewati daerah interdental gigi kaninus
dan premolar pertama pada sisi distal kaninus bawah.
- Apabila bidang orbital pasien
berada di distal posisi normal maka posisi maksila atau mandibula pasien
protrusif dan bila ada di mesial posisi normal maksila atau mandibula retrusif.
- Posisi maksila dan madibula
pasien dapat pula ditentukan dengan mengamati bagian depan maksila (Subnasale
atau Sn) dan bagian depan mandibula (Pogonion atau Pog) terhadap bidang yang
melalui titik glabella tegak lurus FHP (G ^ FHP)
- Maksila normal : titik Sn berjarak 6 +
3 mm, protrusif >9 mm, retrusif < 3 mm
- Mandibula normal : titik Pog.berjarak 0 +
4 mm, proturusif > 4 mm, retrusif
< 0 mm/
negatif.
Gambar 1 : Posisi maksila dan
mandibula terhadap bidang orbital (Dalil
Simon)
b.
Analisis gnatostatik model :
- Model gigi dibuat dan
dikonstruksi dengan alat Gnatostaat sehingga dapat
mentransfer posisi bidang orbital, bidang oklusal sesuai dengan keadaan pasien.
Posisi bidang orbital pada model dapat ditentukan dengan membuat garis sesuai
dengan posisi bidang orbital pasien, kedua sudut samping depan kanan dan kiri
boksing model rahang atas tepat pada posisi bidang orbital pasien (garis
Simon).
- Penentuan posisi maksila
ditentukan dengan mengamati posisi sepertiga distal kaninus atas terhadap tepi
lateral depan boksing (bidang orbital)
- Posisi mandibula dapat
ditentukan dengan mengamati posisi interdental kaninus dan premolar pertama
bawah terhadap tepi lateral depan boksing (bidang orbital).
c.
Analisis model studi:
- Posisi bidang orbital pada
studi model dapat ditransfer dari hasil pengamatan langsung secara klinis
seperti yang dilakukan di atas (a) kemudian ditandai pada permukaan labial atau
bukal gigi pada model dan pada tepi lateral boksing kemudian model ditriming
untuk membentuk sudut depan lateral boksing.
- Kemudian tentukan posisi
maksila dan mandibula, dapat dilakukan dengan menetapkan posisi bidang orbital pasien : bila melewati
daerah sepertiga distal permukaan labial gigi kaninus atas posisi maksila
normal, bila berada didistalnya posisi maksila protrusif dan bila berada
didepannya posisi maksila retrusif.
- Posisi mandibula ditetapkan
dengan mengoklusikan model RA atau RB secara sentrik, amati posisi bidang
orbital pasien pada gigi-gigi bawah, bila melewati daerah interdental gigi
kaninus dan premolar pertama bawah tepat pada sisi distal gigi kaninus posisi
mandibula normal, bila garis Simon (bidang orbital) berada di distalnya posisi
madibula protrusif dan bila berada didepannya posisi mandibula retrusif.
- Bila posisi maksila dan
mandibula kedua-duanya berada di pada posisi normal profil pasien ortognatik,
bila kedua-duanya protrusif profil pasien bikmaksiler prognatism dan bila
kedua-duanya retrusif profil pasien bimaksiler
retrognatism.
- Penentuan posisi garis Simon
(bidang orbital) bisa salah bila pengamatan profil pasien dari samping tidak
tepat tegak lurus terhadap bidang sagital pasien.
- Penentuan diagnosis bisa salah
apabila posisi gigi kaninus atas malposisi, bila gigi kaninus malposisi posisi
normalnya nanti bisa ditetapkan pada pembuatan lengkung ideal yaitu pada posisi
garis Simon yang telah ditandai pada model seperti yang dilakukan di atas.
d.
Analisis foto profil :
- Dengan memakai garis tegak
lurus bidang FHP melalui titik Glabela (G) sebagai referensi, posisi maksila
(titik Subnasale atau Sn) dan mandibula (titik Pogonion atau Pog)
ditetapkan terhadap garis referensi G ^ FHP:
- Maksila normal : titik Sn berjarak 6 +
3 mm, protrusif >9 mm, retrusif < 3 mm
- Mandibula normal : titik Pog.berjarak 0 +
4 mm, proturusif > 4 mm, retrusif < 0 mm atau negatif.
e.
Analisis Sefalometrik :
- Analisis Simon : dengan menarik
garis tegak lurus FHP melalui titik orbital (Or) sampai memotong permukaan
labial gigi kaninus atas pada sefalogram lateral (dalil Simon), kemudian posisi
maksila dan madibula dapat ditentukan seperti tersebut di atas.
- Analisis kecembungan profil
Subtelny :
· Profill skeletal (sudut N-A-Pog) : Klas I
: 174° , Klas II
178° , Klas III :
181°
· Profil jaringan Lunak (sudut N-Sn-pog) :
Klas I : 159° , Klas II
163° , Klas III :
168°
· Profil total jaringan lunak (sudut N-No-pog) : Klas I :
133° , Klas II
133° , Klas III :
139°
(N/n= Nasion,
A= Subspinale, Sn = subnasale, No = puncak hidung, Pog = Pogonion)
- Analisis Steiner dengan mengukur besar :
· Sudut SNA (normal 82°) ,
>82° maksila
protrusif , < 82° maksila retrusif
· Sudut SNB (normal 80°) ,
> 80° mandibula
protrusif, < 80° mandibula
retrusif
· Sudut ANB,
bila titik A di depan titik B (normal rata-rata 2°):
klas I skeletal atau ortognatik, bila
titk A jauh didepan titik B (>>2° atau positif) : klas II skeletal atau retrognatik, bila titik A jauh di belakang titik B (<<2° atau negatif ) : klas III skeletal atau
prognatik
f.
Dan lain-lain.
Dengan cara
tersebut di atas posisi rahang bawah dan rahang atas dalam hubungannya terhadap
bidang referensi untuk menentukan tipe skeletalnya dapat ditetapkan :
Apakah termasuk relasi skeletal klas I
(Ortognatik), Klas II (Retrognatik) atau
klas III (Prognatik).
a.
Pada Relasi skeletal klas I (Ortognatik) :
- Posisi maksila dan mandibula normal
- Jika posisi gigi terhadap
masing-masing rahangnya semua normal (teratur rapi) maka relasi gigi
molar pertama atas dan bawah klas I Angle (neutroklusi) dan relasi gigi-gigi
lainnya terhadap antagonisnya normal maka kasus ini didiagnosis sebagai : Oklusi
normal.
- Jika relasi gigi molar pertama
klas I (neutroklusi) tetapi ada gigi lainnya yang malposisi atau malrelasi maka
kasus ini didiagnosis sebagai maloklusi klas I Angle tipe dental.
- Jika relasi gigi molar pertama distoklusi
baik disertai maupun tanpa disertai malposisi dan malrelasi gigi lainnya maka
kasus ini didiagnosis sebagai maloklusi klas II Angle tipe dental.
- Jika maloklusi klas II Angle
ini disertai dengan protrusif gigi anterior atas didiagnosis sebagai maloklusi
klas I Angle divisi 1 tipe dental , dan jika disertai dengan retrusif gigi
anterior atas, didiagnosis sebagai maloklusi
klas II Angle divisi 2 tipe dental
- Jika relasi gigi molar pertama mesioklusi
baik disertai maupun tanpa disertai cross bite gigi anterior atau malposisi dan
malrelasi gigi lainnya maka kasus ini didiagnosis sebagai maloklusi klas
III Angle tipe dental.
- Jika relasi molar klas II atau
klas III ini hanya satu sisi (unilateral) maka klasifikasi maloklusi dilengkapi
dengan subdivisi
b.
Pada Relasi skeletal klas I I
(Retrognatik) :
- Posisi maksila lebih ke depan (protrusif)
dan atau posisi mandibula lebih ke
belakang dari posisi normal (retrusif).
- Jika posisi gigi-gigi terhadap
masing-masing rahangnya normal maka relasi gigi-gigi bawah terhadap
gigi-gigi atas distoklusi karena gigi-gigi tersebut terletak pada rahang
yang hubungannya retrognatik, hubungan gigi molar pertama atas terhadap gigi
molar pertama bawah klas II, maka kasus ini didiagnosis sebagai : maloklusi
klas II Angle tipe skeletal.
- Jika relasi klas II ini diikuti dengan
malposisi gigi anterior berupa protrusif gigi anterior atas maka kasus
ini didiagnosis sebagai : maloklousi klas II Angle divisi 1, dan jika
gigi-gigi anterior atas dalam keadaan retrusif maka kasus ini adalah : maloklusi klas II
Angle divisi 2.
- Jika posisi gigi molar pertama atas
dan atau bawah tidak normal terhadap
masing-masing rahangnya maka ada beberapa kemungkinan relasi gigi molar:
- Jika gigi molar pertama atas distoversi
dan atau gigi molar pertama bawah mesioversi,
dapat mengkompensasi deskrepansi hubungan rahang yang retrognatik maka relasi
molar pertama menjadi neutroklusi, maka kasus ini diagnosis sebagai : maloklusi
Angle klas I tipe dentoskletal. Jika malposisi gigi molar tersebut tidak
dapat mengkompensasi diskrepansi
hubungan rahannya maka relasi gigi molar tetap distoklusi maka kasus ini
didiagnosis sebagai: maloklusi klas II Angle tipe dento skeletal.
- Jika malposisi gigi molar pertama atas mesioversi dan
atau gigi molar pertama bawah distoversi maka hubungan gigi molar
pertama atas dan bawah akan semakin ekstrem ke arah maloklusi klas II Angle
tipe dentoskeletal.
c.
Pada Relasi skeletal klas III (Prognatik) :
- Posisi maksila lebih ke belakang (
retrusif) dan atau posisi mandibula
lebih ke depan terhadap posisi normalnya (protrusif).
- Jika posisi gigi-gigi terhadap
masing-masing rahangnya normal,
maka relasi gigi molar pertama atas dan bawah menjadi mesioklusi pada
rahang yang prognatik sehingga kasus ini diagnosis sebagai maloklusi
klas III Angle tipe skeletal.
- Jika posisi gigi terhadap masing-masing
rahangnya tidak normal, maka dapat terjadi beberapa kemungkinan hubungan gigi
molar pertama atas dan bawah :
- Jika posisi gigi molar pertama atas mesioklusi
dan atau gigi molar pertama bawah distoklusi
dapat mengkompensasi hubungan rahang yang prognatik maka relasi gigi
molar pertama atas dan bawah menjadi neutroklusi maka kasus ini
didiagnosis sebagai: maloklusi klas I Angle tipe dentoskeletal. Jika
malposisi gigi molar tersebut tidak dapat mengkompensasi diskrepansi hubungan rahannya maka relasi
gigi molar tetap mesioklusi maka kasus ini didiagnosis sebagai: maloklusi
klas III Angle tipe dentokeletal.
- Jika malposisi gigi molar pertama atas distoversi dan
atau gigi molar pertama bawah mesiooversi maka hubungan gigi
molar pertama atas dan bawah akan semakin ekstrem ke arah maloklusi klas III
Angle tipe dentoskeletal.
- Relasi rahang atas dan bawah keduanya tidak normal pada arah yang sama
(Bimaksiler) :
- Jika maksila dan madibula kedua-duanya pada posisi ke
depan maka maloklusi ini disebut sebagai
tipe prognatik bimaksiler (bimaxillary
prognatism).
- Jika maksila dan madibula kedua-duanya pada posisi ke
belakang maka maloklusi ini disebut
sebagai tipe retrognatik bimaksiler (bimaxillary
retrognatism).
Alur Hubungan pemeriksaan, Penentuan diagnosis dan
perawatan ortodontik
Itulah mungkin penjelasan saya tentang Diagnosis Ortodontik, semoga dapat membantu teman-teman.
Diagnosis Ortodontik