Posted by drg. Adi Pratama
» Jumat, 06 Desember 2013
Keslahan Dalam Radiografi : Double Images - Dalam kedokteran gigi, penggunaan foto
radiografi sangat dibutuhkan khususnya dalam melakukan pemeriksaan sebelum
dilakukannya rencana perawatan. Selain itu, penggunaan radiologi ini dapat
digunakan dalam penegakan dianogsa penyakit oral sehingga dokter akan melakukan
tindakan pada pasien dengan benar.
Namun, dalam foto radiografi dapat terjadi kegagalan dalam pemotretan
yang salah satunya adalah double image.
Pergerakan anggota tubuh baik pada anggota tubuh
yang di lakukan proses penyinaran(proses radiografi) maupun pada anggota tubuh
pasien yang menyebabkan pergerakan pada alat radiografi pasien selama
dilakukannya peninaran sinar X
menyebabkan gambar tidak jelas atau kabur pada hasil foto radiografinya.
Kegagalan foto inilah
yang disebut sebagai double image.
Terjadinya double image ini dapat menyebabkan kesulitan dalam
mengipretasikan hasil radiografi
karena batas antara radiopak dan radiolusen tidak jelas. Selain
itu juga, kegagalan ini dapat tejadi di seluruh anggota badan karena dalam
praktiknya, kegagalan ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
- Adanya pergerakan pasien saat dilakukan penyinaran
- Adanya pergerakan film saat dilakukan penyinaran
- Adanya double exposure pada film
1. Adanya
pergerakan pasien saat dilakukan penyinaran
Seperti pada penjelasan
diawal,pergerakan yang dilakukan saat penyinaran akan menyebabkan gambaran atau
hasil foto yang dihasilkan akan berbayang( double image). Pergerakan ini
menyebabkan efek fatal bukan hanya menyebabkan double image saja,melainkan
dalam masalah elongasi sampai rusaknya nilai dianogsa yang terkandung dalam
foto radiografi akibat tidak adanya keakuratan terhadap hasil rontgen.
Dalam hal ini,dapat dilakukannya
beberapa cara untuk menghindari dari pergerakan pasien yaitu:
- Dengan
memberikan panduan atau instruksi kepada pasien serta menginformasikan kepada
pasien tentang apa yang akan dilakukan sehingga pasien akan merasa lebih
tenang.
- Mempersiapkan
mental pasien. Caranya yaitu mengunggu sampai pasien benar benar yakin dan diam
sehingga proses penyinaran sinar X akan menjadi lebih mudah dan tepat.
- Menggunakan
f-speed film untuk melakukan
pemaparan dalam
waktu singkat. Ingatkan pasien
untuk diam dan
menggunakan head
rest. Gerakan tabung ini
tidak meiliki efek kekurangan terhadap gerakan
pasien
2. Adanya pergerakan film saat melakukan paparan
Dalam
melakukan pemotretan, tidak menutup kemungkinan film akan tergeser. Salah satunya
yaitu pada saat melakukan radiography intraoral teknik periapikal bisecting.
Pada saat terjadi pegerakan film akibat pegangan yang kurang kokoh atau terjadi
tremor akan menyebabkan terjadi double image.
3. Adanya Double Exposure pada film
Jika film digunakan kedua kalinya pada tempat
yang berbeda(penempatan film) pada pasien yang sama akan meyebabkan
terbentuknya double exposure seperti pada gambar disamping. Dalam masalah ini
dapat di tangani dengan cara penggunaan film organizer untuk membantu operator
dalam melakukan penyinaran sehingga tetap pada daerah tersebut sehingga
kesalahan akan dapat dicegah, dan hasil yang didapatkan adalah pemotretan dua
kali namun tetap pada lokasi yang sama.
Selain dengan cara diatas,
dapat juga dengan menggunakan teknik pencegahan yaitu film yang disinari harus diberi label atau
tanda dengan cepat dengan pena penanda dalam proses atau dengan cara
memberikannya wadah sebagai tempat film,dan diberikan jarak antara tube sebesar
8 sampai 10 kaki dengan tujuan selain untuk mengurangi radiasi dari sinar x
yang dipaparkan serta untuk mencegak terjadinya double exposure dan double
image.
Referensi
1. Marinelli
D and Millertechnical WT. Double Images in Plain Film Radiography: A Motion
Artifact. Philadelphia: Hospital of the University of Pennsylvania;2004
2. Successful
radiography. Rochester:
Dental Business;2003:8
3. Successful
Intraoral radiography. Caresteam health; 2010:10
4. Langland E,
Robert P. Langlais, Preece JW. Principles
of dental imaging. USA :Philadelphia; 2: 160
5. Ghom.Textbook
of oral radiography. Dehli: Elsivier; 2008: 232